National Maritime Institute (Namarin) mendesak revisi aturan tentang verifikasi berat kotor peti kemas atau verified gross mass/VGM yang telah dituangkan melalui Perdirjen Hubla Kemenhub No. HK103/2/4/DJPL-16, karena dinilai tidak sesuai dengan amanat amandemen safety of life at sea (SOLAS) 1972.
Direktur Namarin Jakarta Siswanto Rusdi mengatakan revisi perlu dilakukan lantaran beleid yang ditandatangani Dirjen Hubla Kemenhub Tonny Budiono pada tangal 1 Juni 2016 tersebut tidak mencerminkan keseriusan pemerintah RI dalam menjaga aspek keselamatan kapal dan pelayaran di rute internasional maupun domestik.“Kalau membaca Perdirjen Hubla itu, secara jelas disebutkan VGM hanya di berlakukan bagi peti kemas ekspor yang diangkut oleh kapal berbendera Indonesia yang layani rute internasional.Padahal jumlah kapal merah putih yang layani internasional jumlahnya sedikit sekali, tidak sampai 5%. Seharusnya beleid itu di revisi mumpung masih ada waktu memperbaikinya,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (5/6/2016).
Dia mengatakan beleid itu juga menyebutkan akan mengatur ketentuan wajib VGM dalam muatan peti kemas terhadap kapal berbendera Indonesia yang melayani rute domestik/antar pulau dalam waktu enam bulan kedepan atau di perkirakan pada Desember 2016.“Seharusnya jika Pemerintah konsen dan ingin menegakkan keselamatan pelayaran, ketentuan SOLAS itu juga harus berlaku untuk semua baik rute internasional maupun domestik. Saya kok melihat Kemenhub selalu begitu, apa-apa yang menyangkut pelayaran dalam negeri dinomorduakan,” tuturnya.Peraturan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub No:HK103/2/4/DJPL-16 yang ditandatangani Dirjen Hubla Kemenhub Tonny Budiono pada tangal 1 Juni 2016, pada Pasal 2 beleid itu disebutkan, aturan tersebut diberlakukan untuk kemasan peti kemas ekspor yang diangkut di kapal bendera Indonesia yang berlayar di Pelayaran Internasional. Aturan tersebut juga menyebutkan akan di berlakukan pada kemasan peti kemas domestik yang diangkut di kapal berbendera Indonesia yang berlayar di dalam pelayaran kawasan Indonesia 6 bulan setelah terbitnya Perdirjen Hubla tersebut.
Hadirnya Perdirjen Hubla itu, berkaitan dengan pemberlakuan persyaratan verifikasi berat kotor peti kemas sebagaimana diamanatkan dalam amendemen safety of life at sea (SOLAS) 1972 bab IV pasal 2 yang mulai di berlakukan pada 1 Juli 2016. “Ini kondisi yang ironis, apalagi Pemerintah RI biasanya selalu beralasan bahwa pelayaran dalam negeri tidak punya uang untuk menegakkan keselamatan pelayaran,” paparnya. Siswanto menegaskan, seharusnya Ditjen Hubla Kemenhub menerbitkan beleid sebagai amandemen SOLAS 1972 itu lebih bersifat tegas dan dapat difahami semua stakeholders. “Jika memang ada kesalahan dalam redaksional ya sebaiknya di revisi saja, jangan malu mengakui kesalahan ketimbang membuat ketidakpastian bagi pelaku usaha angkutan laut,” tuturnya.
Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa,sebelum di muat ke kapal, shipper atau pemilik barang bertanggung jawab untuk memperoleh dan mendokumentasikan berat kotor peti kemas terverifikasi atau verified gross mass/VGM. Peti kemas bersama kemasan dan muatan didalamnya juga tidak boleh diangkut ke kapal apabila nahkoda atau terminal peti kemas belum mendapatkan dan mengetahui berat kotor aktual peti kemas terverifikasi, sebelum kapal melakukan proses pemuatan. Adapun dalam menetukan verifikasi berat kotor peti kemas, sesuai Pasal 4 ayat 1 Perdirjen Hubla No. HK.103/2016 itu, disebutkan terdapat dua metode, yakni metode pertama; menimbang kemasan peti kemas setelah selesai proses pengemasan, atau dengan metode kedua; menimbang setiap kemasan dan barang-barang muatan yang di kemas ke dalam peti kemas termasuk berat palet, bantalan pelindung dan bahan pengaman lainnya dan ditambah berat tara peti kemas yang akan di timbang.
Perdirjen Hubla soal verifikasi berat kotor peti kemas itu juga mengatur soal biaya yang menjadi tanggung jawab bersama pihak-pihak terkait yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Salinan resmi Perdirjen Hubla Kemenhub itu juga disampaikan ke al: Menko Bidang Maritim, Menteri Perhubungan, Direksi Pelindo I s/d IV, serta asosiasi pelaku usaha terkait
sumber : bisnis.com
Jl. Dokter Saharjo no. 111 , Tebet Jakarta Selatan
Open in Map
(62 - 21) 83706706
Jam Kerja :
Senin - Jumat , 09.00 - 17.00